Kamis, 23 September 2021

URGENSI MEMASUKKAN SAINS ISLAM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN

 URGENSI MEMASUKKAN SAINS ISLAM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Zaman modern ini, ketika ilmu pengetahuan telah gagal untuk memecahkan sebuah problematika manusia modern, para Ilmuwan muslim kembali memeras segenap kemampuannya untuk mencari alternatif metode ilmu pengetahuan yang baru, yang mampu memberikan sebuah solusi bagi problem umat manusia saat ini.

Perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan berbagai macam dampak terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya, di satu sisi mampu membantu dan meringankan beban manusia namun disisi lain dapat merusak dan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan eksistensi itu sendiri. Problem terpenting yang dihadapi umat Islam saat ini adalah masalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan modern tidak bebas nilai (netral) sebab dipengaruhi oleh pandangan-pandangan keagamaan, kebudayaan, dan filsafat, yang mencerminkan kesadaran dan pengalaman manusia Barat.

Islamisasi pengetahuan berarti mengislamkan atau melakukan penyucian terhadap sains produk Barat yang selama ini dikembangkan dan dijadikan acuan dalam wacana untuk mengembangkan sistem pendidikan Islam agar diperoleh sains yang bercorak “khas Islam”.

Islamisasi ilmu pengetahuan mempunyai tujuan mewujudkan kemajuan peradaban yang Islami dan masing-masing juga tidak menghendaki terpuruknya kondisi umat Islam di tengah-tengah akselerasi perkembangan kemajuan iptek. Maka dari itu di sini pemakalah akan membahas tentang urgensi memasukkan Sains Islam dalam Kurikulum Pendidikan.

 

PEMBAHASAN

PENGETAHUAN (SAINS) DAN ISLAMISASI

Pengetahuan merupakan hasil dari proses tahu, mengetahui dan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui sesuatu. Kemudian pengetahuan yang dikumpulkan menurut suatu aturan tersebut menjadi sebuah kekayaan yang disebut sebagai ilmu.[1]

Islamisasi Sains merupakan salah satu upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam sebuah ilmu pengetahuan.[2] Gagasan Islamisasi Sains muncul dikarenakan Sains Modern. Sains Modern yang diangkat oleh Barat semakin memperlihatkan sebuah perkembangannya dengan memunculkan berbagai problem dan krisis global yang sangat merisaukan masyarakat.

Islamisasi Sains juga sering diperbincangkan oleh para cendekiawan muslim, salah satu seorang tokoh yang diidentikkan dengan Islamisasi Sains adalah Ismail Raji Al- Faruqi ia merupakan seorang sarjana kelahiran Palestina yang memperlihatkan ketertarikannya dengan Islamisasi Sains, yaitu dengan mendirikan sebuah lembaga penelitiannya III-T (Internasional Institute Of Islamic Thought).[3]

Beberapa Ilmuwan Muslim mengatakan bahwasanya Sains dalam Islamisasi Sains mempunyai pemahaman yang menuai akan perbedaan antara sains, ilmu, dan pengetahuan. Salah satunya adalah Mulyadhi Kertanegara, ia mengatakan bahwasanya kata science, sebenarnya terjemahan dari kata ilmu. Tetapi ilmu di sini dari beberapa ilmuwan muslim mempunyai arti yang berbeda misalnya science dalam epistemologi Islam, tidak sama dengan pengetahuan biasa saja, Tetapi Ibnu Hazm mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya.

Oleh karena itu pada dasarnya kata science di sini diterjemahkan sebagai kata ilmu, dengan syarat bahwa ilmu dalam epistemologi Islam tidak dibatasi. Islamisasi Sains sering juga disebut sebagai Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Beberapa konsep tentang Islamisasi Sains antara lain:

Pertama, Pendekatan Islamisasi Sains dengan menggunakan instrumentalistik, yaitu pandangan yang menganggap ilmu atau sains hanya sebagai alat (instrument). Artinya, Sains di sini lebih menuju kepada alat untuk mencapai tujuan, dan tidak memedulikan sifat yang ada di dalamnya melainkan dapat bermanfaat untuk pemakainya.

Jadi Islamisasi di sini adalah bagaimana Umat Islam menguasai kemajuan yang telah dikuasai oleh Barat. Islamisasi Sains dengan pendekatan ini sebenarnya tidak termasuk di dalam Islamisasi Sains yang hakiki. Meski demikian, pendekatan ini dapat menyadarkan umat untuk bangkit melawan ketinggalan dan mengambil langkah mengembangkan sains dan teknologi.

Kedua, Pendekatan Islamisasi Sains dengan menggunakan konsep Justifikasi. Maksudnya ialah “pembenaran” yaitu penemuan ilmiah modern, terutama di bidang ilmu-ilmu alam yang kemudian diberikan justifikasi (pembenaran) melalui ayat Al-Quran maupun Al-Hadits. Metodologinya adalah dengan cara mengukur kebenaran Quran dengan fakta-fakta objektif dalam sains modern. 

Ketiga, Konsep Islamisasi sains berikutnya menggunakan pendekatan sakralisasi. Ide tersebut dikembangkan pertama kali oleh Seyyed Hossein Nasr. Menurutnya Sains Modern yang sekarang ini bersifat sekuler dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas sehingga perlu dilakukan sakralisasi.

Ide sakralisasi sains mempunyai persamaan dengan proses Islamisasi sains yang lain dalam hal mengkritisi sains sekuler modern. Namun perbedaannya cukup mencolok karena menurut Nasr, sains sakral (sacred science) dibangun di atas konsep semua agama sama pada level esoteris (batin). Padahal Islamisasi sains seharusnya dibangun di atas kebenaran Islam. Sains sakral menafikan keunikan Islam karena menurutnya keunikan adalah milik semua agama. 

Keempat, Islamisasi Sains melalui proses integrasi, yaitu mengintegrasikan sains Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu Islam. Ide ini dikemukakan oleh Ismail Raji Al-Faruqi. Menurutnya, akar dari kemunduran umat Islam disebabkan karena adanya dimensi karena dualisme sistem pendidikan.

mengatasi dualisme sistem pendidikan ini merupakan tugas terbesar kaum Muslimin ketika abad ke 15 H. Ia menyimpulkan solusi dualisme dalam pendidikan dengan Islamisasi ilmu Sains. Sistem pendidikan harus dibenahi dan dualisme  sistem pendidikan harus dihapuskan dan di satukan dengan jiwa Islam dan berfungsi sebagai bagian yang integral dari paradigmanya.

Kelima, Konsep Islamisasi sains yang paling mendasar dan menyentuh akar permasalahan yang terjadi adalah Islamisasi yang berlandaskan paradigma Islam. Ide tersebut dinyatakan pertama kali oleh Syeed Naquib Al-Attas. Menurutnya tantangan terbesar Umat Islam adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral telah masuk ke dalam paradigma agama, budaya, dan juga filosofis yang bersumber dari Barat. Oleh karena itu Islamisasi Sains perlu untuk diteliti dan diperbaharui kembali.[4]

Secara umum, Islamisasi Sains tersebut dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularis dan Islam berusaha untuk tidak memisahkan antara keduanya. Maka dari itu Ismail Raji Al-Faruqi membuat suatu kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka mengislamisasikan ilmu pengetahuan yaitu:[5]

Pertama, adanya penguasaan disiplin Ilmu modern. Kedua, penguasaan khazanah warisan Islam, Ketiga, Membangun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern. Keempat, memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan secara kreatif dengan ilmu-ilmu modern dan yang Kelima, pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola-pola rencana Allah.[6]

Pengertian Dan Ciri-ciri Sains

            Kata sains berasal dari bahasa latin ”scientia” yang berarti pengetahuan.[7] Yaitu suatu hal yang merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam .[8]

Dalam kamus besar Indonesia, kata sains dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan pada umumnya; pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; ilmu pengetahuan alam; pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.[9]

Hans Reichenbach menyebutkan bahwa sains disebut juga dengan pengetahuan yang bersifat bisa memprediksi (Predictive Knowledge). Dengan demikian maksudnya yang penting adalah mengetahui dan bisa menjelaskan alasan, konteks, ruang lingkup, maksud, tujuan, dan fungsi dari suatu istilah yang kita pakai sehingga orang lain tidak keliru memaknai hal tersebut. [10]

Di dalam The New Colombia Encyclopedia, sains diartikan sebagai satu kumpulan ilmu yang sistematis mengenai metafisik yang bernyawa dan yang tidak bernyawa, termasuk sikap dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk mendapatkan ilmu tersebut. Oleh sebab itu sains adalah merupakan sejenis aktivitas dan juga hasil dari aktivitas tersebut.[11] Tidak jauh berbeda apa yang dikatakan oleh R.H.Bube, menurutnya sains adalah pengetahuan yang berkaitan dengan alam semula jadi yang diperoleh melalui interaksi akal dengan alam.[12]

Berdasarkan definisi di atas dapat ditegaskan bahwa sains adalah suatu proses yang terbentuk dari interaksi akal dan pancaindra manusia dengan alam sekitarnya. Dengan arti kata, objek utama kajian sains adalah alam empiris termasuk juga manusia. Sedangkan objek sains yang utama adalah mencari kebenaran.[13] Berikut ciri-ciri dan hakikat sains secara umum :

1.      Sains Bersifat Logis Dan Rasional

Ciri-ciri sains yang utama adalah teori-teorinya dikembangkan secara logis, wajar, dan rasional. Artinya ilmu sains selalu masuk akal dan dapat diterima oleh nalar manusia. Cara berpikir sains harus sesuai dengan logika manusia yang rasional.

2.      Memiliki Objek Kajian Yang Konkret

Sains harus memiliki objek kajian berupa benda yang konkret dan nyata. Dengan kata lain objek yang diteliti haruslah objek nyata yang dapat diterima oleh pancaindra manusia, baik itu benda padat, benda cair atau benda gas.

3.      Dikembangkan Dengan Metode Yang Sistematis

Ciri sains berikutnya adalah teorinya dikembangkan oleh langkah-langkah yang sistematis melalui metode ilmiah tertentu. Langkah sistematis berarti penelitian dilakukan secara urut dan rinci, serta sesuai dengan metode ilmiah yang digunakan.

4.      Harus Objektif Dan Apa Adanya

Sains haruslah bersifat objektif dan apa adanya. Artinya dalam penelitian ilmu sains tidak boleh ada rekayasa. Hasil penelitian harus disampaikan apa adanya sesuai pengamatan yang dilakukan secara objektif.

5.      Berdasarkan Pengalaman Yang Nyata

Ilmu sains dikembangkan berdasarkan pengalaman yang nyata yang bersifat faktual. Dengan kata lain, teori-teori sains berdasarkan observasi atau pengamatan nyata di lapangan yang telah terbukti, bukan hanya hipotesis yang tidak berdasar.

6.      Teori Sains Bersifat Universal

Teori dan hukum-hukum dalam ilmu sains haruslah bersifat universal dan global. Artinya semua yang dilakukan dalam pengambilan eksperimen dapat dilakukan dimana saja, oleh siapa saja dan kapan saja di seluruh dunia.

7.      Bersifat Falsifiable Atau Dapat Dibuktikan

Sains haruslah bersifat falsifiable atau dapat dibuktikan. Maksudnya hipotesis-hipotesis dalam sains bisa dibuktikan melalui percobaan, eksperimen, atau observasi nyata pada objek yang diteliti untuk membuktikan kebenarannya.

8.      Bisa Diulang Dengan Hasil Yang Sama

Eksperimen dalam sains harus dapat diulang dan akan tetap menghasilkan hasil yang sama. Artinya berapa kali pun eksperimen dilakukan maka kesimpulan yang didapat tetap sama, tanpa ada perbedaan atau perubahan.

9.      Tidak Menerima Kebetulan Yang Tidak Disengaja

Dalam ilmu sains, semua penelitian harus dilakukan secara empiris dan detail. Tidak ada yang namanya kebetulan dalam sains. Artinya hal-hal yang bersifat kebetulan yang tidak disengaja tidak dapat dimasukkan dalam teori sains.

Perbedaan Sains Dan Ilmu Pengetahuan

Menurut Epistemologi Barat Sains berbeda dengan  knowledge, sebagaimana ilmu dalam epistemologi Islam berbeda dengan opini. Ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya, dengan demikian ilmu bukanlah sekedar opini/dugaan semata, melainkan sebuah pengetahuan yang telah teruji kebenarannya.

Pada prinsipnya, Ilmu dan Sains bukanlah dua entitas yang berbeda, melainkan dua unsur yang memiliki kesamaan, hanya saja sains terbatasi pada bidang fisik saja, sedangkan ilmu melampaui itu semua termasuk metafisika. Dalam hal ini akan didiskusikan permasalahan seputar Ilmu dan Sains. Dalam hal ini penulis mengawali pembahasan kali ini dengan mengemukakan pengertian Sains.

Dalam pengertiannya Sains berasal dari kata latin “scire” yang artinya mengetahui. Sedangkan dalam arti bahasa Sains diartikan sebagai “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil arti ilmu pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan dengan intuisi atau kepercayaan”. Dalam perkembangannya Sains diartikan sebagai “pengetahuan yang sistematis berdasarkan observasi inderawi”. Dari  sinilah kita akan mengetahui bahwasanya Sains hanya melakukan kajiannya pada alam dan  wilayah/dunia fisik. Dengan menyaratkan observasi, maka Sains dituntut untuk mampu berhubungan dengan benda-benda fisik seperti; kimia, biologi, astronomi, bahkan bidang-bidang psikologi dan sosiologi. Dalam hal ini Aguste Comte salah seorang bapak sosiolog asal Jerman menyatakan bahwa “sains itu bersifat positivistic”. Dan inilah yang kita katakan sebagai unsur paling mendasar dari Sains.

Dalam realitas keilmuan saat ini timbul perdebatan, Apakah matematika bagian dari ilmu atau Sains?. pertanyaan ini bisa kita tepis dengan pengetahuan Sains yang menjadikan dunia fisik/hukum positivistic sebagai landasan dasar Sains. Dengan demikian tidak berlebihan kiranya menjadikan Matematika sebagai bagian dari Sains. Hal tersebut bisa kita ketahui bahwa objek kajian Matematika dasar adalah bertumpu pada benda-benda fisik walaupun pada dirinya tidak bersifat fisik.

Kemudian selanjutnya ilmu, secara bahasa Ilmu berakar kata  '‘Ilm/alima” yang artinya mengetahui, pengertian Ilmu di sini sama halnya dengan pengertian Sains seperti yang penulis ungkapkan di atas. Lantas Apa perbedaan Ilmu dan Sains? Adakah perbedaan antara keduanya?. Dalam hal ini Ilmu memiliki kriteria seperti halnya Sains sebagai pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi. Namun yang membedakan antara keduanya adalah sains membatasi dirinya pada bidang-bidang empiris positivistic, sedangkan ilmu melampaui itu semua dengan melibatkan pembahasannya pada bidang non empiris, seperti matematika dan metafisika.

Dengan demikian maka bisa kita ambil kesimpulan, bahwasanya antara Sains dan Ilmu memiliki pengertian yang sama. Namun dalam perjalanannya Sains membatasi dirinya pada dunia fisik ansich (dengan segala kompleksitasnya). Sedangkan ilmu tetap konsisten dengan tetap menjadikan Matematika dan Metafisika sebagai lahan kajiannya.

Secara ringkasnya Perbedaan ilmu, Pengetahuan dan Sains, Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat, yang diperoleh manusia melalui proses berpikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas pancaindra untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. Sedangkan, ilmu menghendaki lebih jauh, luas dan dalam dari pengetahuan. Sains adalah bagian kecil dari ilmu atau merupakan salah satu disiplin ilmu yang lebih khusus pada bidang tertentu yakni lebih ke bidang teknologi.

Sains Islam

Dalam kajian sains, Quran telah memberikan dasar yang jelas, banyak ayat-ayat Quran yang menyentuh berbagai bidang dalam disiplin sains. Dalam buku Quranic Sicences, Afzalu Rahman telah menyebutkan sebanyak 27 cabang ilmu sains yang disentuh oleh Quran. Di antaranya kosmologi, astronomi, astrologi, fisika, kimia serta bertani dan lain sebagainya.[14]

Hal ini menjadi bukti terhadap relevansi sains dalam agama. Selain itu Quran selalu menganjurkan manusia untuk mengasah dan menggunakan nalar . Suatu hal yang perlu diingat bahwa Quran bukanlah kitab sains, maka cara pendekatannya tidak sama dengan cara sains modern. Pendekatan sains memisahkan sesuatu dari semua yang ada kemudian menganalisis secara terperinci, sedangkan Quran berbicara tentang sains dalam bentuk holistic dan global serta ditempatkan pada berbagai surah di antaranya ayat 44, 73, 242, surah al-Baqarah, begitu pula ayat 118 surah Ali Imran, ayat 61 surah al-Nur dan ayat 30 surah al-Mukminun.

Penekanan sains dalam Quran lebih dititik beratkan pada fenomena-fenomena alam, objek utama pemaparan ayat-ayat seperti ini adalah sebagai tanda keesaan dan kekuasaan Khalik, Bahkan, perbincangan tentang ayat-ayat ini merupakan tema utama dalam Quran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa terdapat kaitkan yang kuat antara Quran dengan fenomena alam. Dalam konteks tersebut menurut Sayyid Husin al-Nasr, kedua-duanya merupakan ayat Allah. Alam merupakan kitab yang terbentang lebar (Al-Kitab al-Maftuh) yang tidak ditulis dan dibaca, diibaratkan sebuah teks, alam bagaikan sehamparan bahan-bahan yang penuh dengan lambang-lambang (ayat) yang mesti dipahami menurut maknanya. Quran merupakan kitab yang dibaca( al-Kitab al-Maqru’) yaitu teks dalam bentuk kata- kata yang dipahami oleh manusia.

Menurut Sayyid Hussen Al-Nasr kata science dalam bahasa Inggris tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagai AlIlm, karena konsep ilmu pengetahuan yang dipahami oleh barat ada perbedaannya dengan ilmu pengetahuan menurut perspektif Islam.[15] Berikut beberapa peran sains dalam Islam :

1.      Memperteguh Keyakinan Terhadap Allah

Terbentuknya alam semesta ini dengan berbagai fenomenanya merupakan kunci hidayah Allah, demikian dikatakan oleh Sayyid Qutb dalam kitab fi Zilal Quran.[16] Menurut Yusuf Qardhawi, hal tersebut merupakan kitab Allah yang terbentang untuk manusia membaca kekuasaan dan kebesaran-Nya.[17]

Sekalipun Tuhan merupakan tema sentral dalam Quran, namun tidak pernah memberikan gambaran figurative tentang penciptaan, namun hanya menyebut tanda-tandanya saja. Keadaan seperti ini membawa implikasi bahwasanya untuk memahami sifat Tuhan , seseorang perlu mengkaji dan mengenal semua aspek ciptaannya. Seperti telah dijelaskan sains adalah pengkajian terhadap fenomena alam dengan menggunakan metode ilmiah, sains mempunyai korelasi dengan proses pengenalan manusia terhadap sifat-sifat Tuhan. Setiap benda dan setiap fenomena alam menjadi bukti kewujudan dan kekuasaan Allah Sains mempunyai peran memperteguh keyakinan manusia terhadap Allah. Sains telah membuktikan bahwa jagat raya ini bersifat tertib, dinamis dan segala elemennya saling berkaitan dengan cara yang rapi dan teratur. Penemuan seperti ini membuktikan kekuasaan Allah sebagai Rab semesta alam.

2.      Menyingkap Rahasia Tasyri’

Sebagian hikmah dan maslahah di balik disyariatkannya suatu hukum di dalam Quran dapat diungkapkan melalui sains. Sains dapat membuktikan bahwa hukum yang telah ditetapkan oleh Quran adalah mengenai realitas kehidupan dan kondisi alam yang sebenarnya. Sebagai contoh dapat dilihat tentang hukum khamar, Quran mengharamkan karena memberi efek negatif terhadap sistem dan organ tubuh manusia, dengan menggunakan sains, akan dapat dilihat lebih jelas sejauh mana dampak negatif yang ditimbulkannya, sehingga pantas diharamkan.

Namun demikian perlu digaris bawahi, bahwa agama tidak boleh hanya dipahami melalui teori sains semata, sebab sikap sains ini tidak sama dengan sikap ibadah , Tuhan tidak akan dapat dikenali dan agama tidak dapat dihayati hanya dengan teori-teori sains belaka, namun jika sains dijadi pendukung untuk memahami agama lebih dalam lagi, tentu akan dapat memberi kesan yang lebih positif lagi terhadap hukum-hukum agama serta lebih memberi keyakinan bagi orang Islam untuk mengamalkannya.

3.      Bukti Kemukjizatan Quran.

Untuk membuktikan kemukjizatan Quran, sains juga dianggap sebagai sesuatu yang penting, sebab banyak perkara yang waktunya belum sampai telah disebutkan dalam Quran. Ketika Quran turun, kondisi manusia untuk memahami fenomena alam yang disinyalir oleh Quran belum lagi memadai, hal ini dapat dilihat tentang asal usul kejadian manusia, seperti yang disinyalir dalam surah al-An’am ayat 2 yang menyatakan manusia berasal dari tanah. Dalam kajian sains, bahwa yang dimaksud dengan tanah pada ayat tersebut adalah tanah yang terdiri beberapa unsur tertentu. Menurut analisa kimia terdapat 105 unsur pada tanah yang semuanya ada pada diri manusia walaupun kadarnya berbeda- beda, selain itu ada unsur-unsur kecil lainnya yang tidak dapat dideteksi. Oleh sebab itu penemuan sains amat penting untuk menghayati maha bijaksananya Allah.[18]

4.      Menyempurnakan Tanggung Jawab Peribadatan.

Dalam menjalani kehidupan manusia butuh beberapa bantuan, pengetahuan tentang sains merupakan salah satu yang dibutuhkan, begitu pula dalam hal hubungannya dengan Allah sebagai tuhan semesta, pengetahuan tentang sains juga dibutuhkan. Shalat sebagai ibadah yang wajib ditunaikan diperintahkan untuk menghadap kiblat, Untuk menentukan arah kiblat diperlukan ilmu geografi dan astronomi, begitu juga terhadap penentuan waktu-waktu menjalankan sholat serta penentuan awal dan akhir bulan Ramadan. Dengan demikian sains diperlukan dalam ibadah puasa Ramadhan. Dalam masalah zakat pengetahuan tentang matematika tidak dapat dikesampingkan begitu saja, begitu juga dengan ibadah haji, diperlukan arah penunjuk jalan serta transportasi yang dijadikan alat angkutan dari berbagai penjuru dunia menuju kota Makkah, yang semua itu memerlukan sains.

Dengan menggunakan sains para dokter dapat mendeteksi dan selanjutnya mengobati berbagai macam penyakit dan kesehatan akan dapat terjaga dengan baik sehingga manusia akan dapat beribadah kepada tuhannya secara sempurna. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa sains merupakan salah satu sarana penunjang untuk kesejahteraan kehidupan manusia serta penunjang kesempurnaan ibadah seorang hamba terhadap tuhannya. Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sains juga merupakan sesuatu yang urgensi untuk memenuhi tuntutan agama. Dalam Quran Allah menganjurkan orang-orang Islam untuk mempersiapkan diri dengan kekuatan seoptimal mungkin, sama ada kekuatan mental maupun material untuk mempertahankan diri dari ancaman musuh, sebagaimana yang dijelaskan dalam Quran ayat 60 surah Al- An’am.

Kekuatan material seperti peralatan perang dalam menuntut kepada kecanggihan dan ketrampilan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi. Alam semesta ini diciptakan Allah untuk kepentingan dan kebutuhan hidup manusia sebagaimana dijelaskan pada ayat 20 surah Lukman. Dalam rangka mendapatkan berbagai fasilitas diperlukan pengolahan terhadap sumber daya alam yang dikaruniakan oleh Allah, dan untuk memperoleh hasil yang maksimal tentunya diperlukan berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang sains dan teknologi. Pemanfaatan sumber daya alam adalah sebagian dari pada aktivitas sains. Dalam konteks ini, menurut Muhammad Qutb, pada prinsipnya sains adalah merupakan suatu cara melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada umat manusia.[19]

KURIKULUM PENDIDIKAN

Kurikulum merupakan bagian terpenting dalam Pendidikan, karena dengan kurikulum sebuah Pendidikan dapat tertata dengan rapi dan memiliki pencapaian yang diinginkan. Kata kurikulum diambil dari Bahasa Yunani yaitu curir yang berarti pelari, dan curere yang berarti tempat berpacu atau tempat berlomba. Sehingga, dapat diartikan sebagai jarak perlombaan yang harus ditempuh oleh pelari dalam suatu arena perlombaan.[20]

Menurut Zais kurikulum dapat dipahami sebagai program mata pelajaran, dengan kata lain kurikulum mencakup suatu daftar atau judul mata pelajaran yang disampaikan oleh sekolah. Pandangan lain menyebutkan bahwa kurikulum ialah isi mata pelajaran tertentu dalam program atau data dan informasi yang terekam dalam membimbing pelajar melalui buku catatan yang diperlukan dan disediakan dalam rencana pembelajaran.[21]

Kurikulum bisa diartikan secara sempit dan luas dalam dunia Pendidikan. Secara sempit kurikulum diartikan hanya sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa di sekolah atau di perguruan tinggi. Secara lebih luasnya kurikulum dapat diartikan sebagai aktivitas apa saja yang dilakukan di sekolah oleh para siswa dalam rangka mencapai suatu tujuan, seperti halnya belajar mengajar, kegiatan eksternal, serta strategi dalam pembelajaran.[22]

Secara terminologi kurikulum dalam Pendidikan adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. Pengertian ini termasuk pengertian yang tradisional, sehingga dapat disimpulkan bahwasanya ada beberapa implikasi yang terdapat di dalam kurikulum di antaranya kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran, peserta didik harus mempelajari dan menguasai seluruh mata pelajaran, mata pelajaran tersebut hanya dipelajari di sekolah, serta tujuan akhir kurikulum adalah untuk memperoleh ijazah.[23]

Dalam perencanaan kurikulum harus memperhatikan karakteristik baik dalam kerangka penyusunan kurikulum yang benar-benar baru (perumusan awal), maupun dalam rangka pengembangan kurikulum agar sasaran perencanaan kurikulum memenuhi harapan Stakeholders Pendidikan dan perkembangan anak didik. Karakteristik pengorganisasian kurikulum meliputi beberapa bidang yaitu kurikulum mata pelajaran, dengan mata pelajaran berkorelasi, kurikulum bidang studi, kurikulum integrasi dan kurikulum inti.[24]

SEJARAH KURIKULUM INDONESIA

Kurikulum sejatinya telah ada semenjak zaman penjajahan yaitu saat datangnya orang-orang Eropa pada masa kompeni Belanda dan masa pemerintahan Jepang sampai periode kemerdekaan. Pada masa kompeni, kurikulum saat itu memiliki misi penyebaran agama dan untuk mempermudah pelaksanaan perdagangan di Indonesia. Lembaga-lembaga Pendidikan yang bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen di Indonesia telah berdiri pada abad 16 dan 17, dan Pendidikan hanya untuk bangsa Belanda dan  pribumi, sehingga menurut pihak kompeni mereka membutuhkan pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis. Sedangkan pada zaman penjajahan Jepang, perkembangan Pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia yaitu terjadinya keruntuhan sistem pemerintahan Kolonial Belanda, sedangkan tujuan utama dari pendidikannya adalah untuk memenangkan perang.[25]

Setelah kemerdekaan Indonesia, kurikulum di Indonesia mengalami perubahan sebanyak 9 kali yaitu dimulai pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013. Namun, Kemendikbud memiliki pemaparan yang berbeda bahwasanya perkembangan kurikulum dimulai dari tahun 1947, 1954, 1968, 1973 yang berisi (proyek perintis sekolah pembangunan), 1975, 1984, 1994, 1997 yang berisi (revisi kurikulum 1994), 2004 yaitu (kurikulum berbasis kompetensi), 2006 (kurikulum tingkat satuan Pendidikan), dan terakhir 2013.[26]

 

PENDIDIKAN DALAM DUNIA ISLAM

            Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur semua bidang kehidupan (QS. Al-Maidah: 3). Islam menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan perundang-undangan, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah akidah yang lurus dan ibadah yang benar.[27]

            Islam juga agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Al Islamu ya’la alaihi. Umat Islam disebut sebagai khoiru-l-umah, sebagaimana diungkapkan dalam Quran Surat Ali Imron ayat 110. Ungkapan khoiru-l-umah  ini tidak hanya menjadi sebuah slogan kebanggaan semata, tetapi telah dibuktikan oleh umat Islam dengan menguasai sebagian besar wilayah di dunia dan membangun sebuah peradaban yang tak tertandingi pada masanya. Ketika orang-orang Eropa masih tenggelam dalam peradaban yang teramat gelap gulita, dunia Islam telah menjadi pusat peradaban yang menerangi seluruh dunia dengan Cahaya gilang gemilangnya.[28]

            Dunia Islam kini mengalami banyak sekali perubahan-perubahan dalam segala bidang termasuk dari segi pendidikan. Hal ini berkaitan dengan pembaharuan dan pola pendidikan yang ada di dalamnya. Baik dari segi materi, metode pengajaran, konsep dan sarana yang digunakan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Dari perpindahan yang serba tradisional menuju kemodernan dan bersifat terbuka dalam hal apa pun guna menerima sesuatu yang baru dan semua itu berkaitan dengan kemajuan-kemajuan yang ada di dalamnya.[29]

            Pendidikan Islam yang diartikan sebagai pendidikan berdasarkan Quran, Hadist dan akal. Penggunaan dasar ini haruslah berurutan, Quran terlebih dahulu dijadikan sebagai sumber dari segala sumber, bila tidak ada atau tidak jelas di dalam Quran maka harus dicari dalam hadis, bila masih tidak jelas atau tidak ada di dalam hadis barulah digunakan akal (pemikiran), tetapi temuan akal itu tidak boleh bertentangan dengan jiwa Quran dan Hadist.[30]

            Dalam pandangan M. Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam merupakan Pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Sementara itu Hasan Langgulung merumuskan Pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Sejalan itu, Muhammad Atiyah Al-Ibrasyi berpendapat bahwa Pendidikan Islam itu adalah Pendidikan yang berdasarkan pada etika Islam, pembentukan moral, dan Latihan jiwa. Sehingga, tujuan akhir Pendidikan Islam tersebut adalah membentuk manusia yang bertakwa supaya selamat dalam kehidupannya, sebagaimana tertera dalam surat Al-Imran ayat 102:

ÙŠٰٓاَÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُوا اتَّÙ‚ُوا اللّٰÙ‡َ Ø­َÙ‚َّ تُÙ‚ٰىتِÙ‡ ÙˆَÙ„َا تَÙ…ُÙˆْتُÙ†َّ اِÙ„َّا ÙˆَاَÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ُّسْÙ„ِÙ…ُÙˆْÙ†َ[31]

            Sejalan dengan cita-cita Islam yang menjadi dasar Pendidikan Islam, maka prioritas kegiatan Pendidikan Islam harus diarahkan untuk mencapai tujuan yaitu menghasilkan para lulusan yang memiliki pandangan ajaran Islam yang luas, menyeluruh dan holistik serta mampu mengaplikasikannya sesuai dengan tingkat usia anak didik dan perkembangan zaman.[32]

            Sumbangan pemikiran Islam terhadap peradaban dunia telah diakui secara terbuka, objektif, dan simpatik oleh para sarjana Barat. Satu hal yang menarik adalah para cerdik cendekia tersebut mempunyai pandangan yang menunjukkan adanya kesatu paduan antara ilmu, iman, dan amal. Spirit yang mendasari mereka dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, faktor yang dominan adalah dorongan agama. Dorongan agama ini mewujudkan pada keinginan untuk merealisasikan keimanan mereka dan mengimplementasikannya dalam amal sholeh yang lebih luas. Tradisi ilmiah dalam masyarakat muslim pada saat itu mempunyai nilai yang sangat “Islamis” karena kuatnya pengaruh dari kitab suci Quran.[33]

        Adapun tujuan Pendidikan Islam menurut M Muhammad Athiyah Al-Abrasy yakni pembentukan akhlak mulia, keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, mengarahkan aspek-aspek kemanfaatan, menumbuhkan semangat ilmiah, serta penyiapan tenaga profesional. Begitu pula dengan pendapat Kursyid Ahmad menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Islam adalah penanaman akidah Islamiyah, penanaman tanggung jawab sosial, pembentukan akhlak al-karimah dan mewujudkan eksistensi manusia sebagai khalifah di bumi.[34]

Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-ardh. Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya Pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan kehendak Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta mengisi tugas kehidupan di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya.[35]

            Dan untuk mewujudkan manusia yang sanggup menghadapi tantangan, peluang dan kendala dalam memasuki kehidupan masa depan itu, pendidikan Islam memiliki peluang yang amat luas. Hal ini mudah dimengerti karena pendidikan Islam adalah pendidikan yang seimbang dalam mempersiapkan anak didik. Yaitu anak didik yang tidak hanya mampu mengembangkan kreativitas intelektual dan imajinasi secara mandiri, tetapi juga memiliki ketahanan mental spiritual yang baik serta mampu beradaptasi dan menjawab problematika yang dihadapinya sesuai kerangka dasar ajaran Islam.[36]

 

URGENSI MEMASUKKAN SAINS ISLAM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN

            Agama dan sains merupakan kesatuan ilmu yang saling berkaitan dan harus berdampingan independen satu sama lain. Dalam Islam, agama dan sains memiliki dasar metafisik yang sama bertujuan untuk mengungkapkan ayat-ayat kekuasaan Allah yang tersimpan dibalik gejala-gejala alam.[37] Penggunaan rasio tidak dapat terlepas dari iman kepada Allah yang transenden, juga tidak dapat terlepas dari nilai-nilai, ajaran-ajaran, dan prinsip-prinsip yang disampaikan kepada manusia dengan perantara wahyu Ilahi.[38] Maka dari itu, perlu adanya sains Islam atau Islamisasi sains.

            Dewasa ini, kurikulum pendidikan telah terdikotomi. Sebagian besar kurikulum pendidikan yang diterapkan di Indonesia, merupakan kurikulum barat yang mana ilmu pengetahuan umum dan agama dipisahkan. Pengetahuan yang berkembang cenderung sekuler dan menuai banyak permasalahan dalam perkembangannya.[39] Untuk itu, diperlukan kurikulum pendidikan yang tepat dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Kurikulum terebut harus sesuai dengan nilai-nilai falsafah pendidikan Islam yang orientasinya menjadikan manusia sebagai kholifatu fi-l-ardh.[40]

            Melihat dari kurikulum pendidikan sekuler yang ada sekarang, tidak sedikit yang menganut kurikulum Islam yang dirasa masih belum dapat berkembang dan hanya terfokus kepada ilmu agama, belum pada ilmu pengetahuan (sains) secara menyeluruh.[41] Sehingga, sains Islam belum dapat direalisasikan. Memasukkan sains Islam ke dalam kurikulum pendidikan dirasa sangat perlu dengan adanya beberapa pertimbangan berikut:

1.      Umat Islam pernah memiliki zaman keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan. Banyak ulama yang ahli dalam berbagai bidang, banyak buku yang diterbitkan bahkan masih dapat kita baca saat ini. Namun kini, umat Islam mengalami kejumudan dam kemunduran, berbanding terbalik dengan barat.[42] Dengan memasukkan sains Islam dalam kurikulum pendidikan, diharapkan mampu mengembalikan Islam ke masa kejayaannya dengan mengedepankan Iman.

2.      Umat Islam membutuhkan sistem sains untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik secara material maupun spiritual. Sains yang ada sekarang telah mampu memenuhi kebutuhan manusia secara umum, namun mengandung nilai-nilai barat yang bertentangan dengan Islam.[43] Dengan adanya sains Islam modern, diharapkan mampu lebih memenuhi kebutuhan masyarakat Islam dengan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

3.      Dewasa ini, umat Islam kehilangan jati diri keislamannya. Tidak sedikit umat Islam yang tidak mencerminkan nilai-nilai keislaman dan jauh dari ajaran agamanya.[44] Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pendidikan agama atau penerapan nilai-nilai agama Islam di sekolah-sekolah. Sehingga, generasi yang tercipta dari sistem pendidikan tersebut jauh dari agama.[45] Dengan adanya sains Islam dalam kurikulum pendidikan, diharapkan mampu melahirkan ulama yang intelek bukan intelek yang beragama.

4.      Dampak dari dikotomi ilmu pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum pendidikan berakibat pada sempitnya kajian pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah. Batasan-batasan ajaran yang diajarkan tidak menyeluruh. Padahal, ajaran Islam bersifat universal dan menyeluruh. Menurut Islam, semua ilmu pengetahuan itu penting untuk dipelajari dan tidak ada batasan objek kajian suatu ilmu.[46] Dengan adanya sains Islam dalam kurikulum diharapkan mampu memperluas pengetahuan peserta didik dengan tidak memisahkan ilmu pengetahuan dengan sumbernya yaitu Quran

Empat poin di atas menyadarkan, bahwa penting sekali memasukkan sains Islam ke dalam kurikulum pendidikan. Dalam pendidikan, sains dan agama tidak dapat dipisahkan. Dengan berintegrasi dengan ilmu pengetahuan, pendidikan Islam menjadi menyeluruh. Karena pada hakikatnya Islam tidak mendikotomi ilmu pengetahuan dan dari Islamlah ilmu pengetahuan muncul.

KESIMPULAN

            Quran yang merupakan kitab suci umat Islam sebagai pedoman hidup telah menuntun manusia membedakan yang hak dan batil, juga menuntun untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan adanya sains Islam dalam kurikulum pendidikan diharapkan tujuan pembelajaran Islam yang mengarahkan peserta didik untuk lebih mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam yang bersumber dari Quran dan Hadist.

            Karena sejatinya agama tanpa ilmu tidak akan dipahami dan ilmu tanpa agama tidak akan mencapai kebenaran yang hakiki, karena sumber metafisik kedua berasal dari satu sumber yang sama yaitu Allah. Dalam penerapannya, metode yang digunakan dalam pengajaran ilmu dan agama saling melengkapi satu sama lain. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan ditentukan oleh agama, dengan begitu perkembangan ilmu pengetahuan akan selalu konsisten berdasarkan nilai-nilai moral agama.

            Dengan memasukkan sains Islam dalam kurikulum diharapkan mampu membangkitkan kembali masa kejayaan Islam terutama dibidang ilmu pengetahuan dengan melahirkan generasi-generasi ulama yang intelek dengan ilmu pengetahuan yang luas, bukan intelek yang beragama. Juga mampu melahirkan umat Islam yang ber-Iman, Islam, dan Ihsan.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. “Pendidikan Islam Yang Berkualitas.” Al-Munzir 7, no. 1 (Mei 2014).

Ansari, Endang Saifuddin. Sains Falsafah dan Agama. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992.

Asri, M. “Dinamika Kurikulum di Indonesia.” Modeling 4, no. 2 (September 2017).

Bahruddin. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan.” Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Nahdlatul Ulama, t.t.

Budi Handrianto. Islamisasi Sains Sebagai Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern. Jakarta: Pustaka Kausar, 2010.

Chanifudin, dan Tuti Nuriyati. “Integrasi Sains dan Islam Dalam Pembelajaran.” Asatiza: Jurnal Pendidikan 1, no. 2 (Mei-Agustus 2020).

Daud, Ridhwan M. “ISLAMISASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH: Sebuah Harapan dan Tantangan.” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA 12, no. 1 (Agustus 2011): 173–86.

Hariyanti, Yunita. “Urgensi Islamisasi Sains Dalam Menghadapi Modernisasi: Pendekatan Teologis.” Al-Hikmah Jurnal Studi Keislaman 9, no. 1 (Maret 2019).

Hube, R.H. The Ecounter Between Science and Christianity. Grand Rapids: W.B. Eerdmans, 1976.

Iswantir. Pendidikan Islam Sejarah, Peran. dan Kontribusi Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Bandar Lampung: Aura Publisher, 2019.

Juleha, Siti. “Problematika Kurikulum dan Pembelajaran Penididikan Karakter.” Jurnal Penelitian Islam 7, no. 2 (2019).

Mahmudah, Siti. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan.” Al-Riwayah Jurnal Pendidikan 7, no. 2 (September 2015).

Mansir, Firman. “Diskursus Sains Dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah dan Madrasah Era Digita.” Kamaya: Jurnal Ilmu Agama 3, no. 2 (2020). http://jayapanguspress.penerbit.org/index.php/kamaya.

Masduki. “Pendidikan Islam dan Kemajuan Sains: Historisitas Pendidikan Islam yang Menceahkan.” Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 2 (Desember 2015). https://doi.org/10.14421/jpi.2015.42.261-275.

Musa, Muhajir Ali. Lessons From The History of The Quran. Lahore: Muhammad Asyraf, 1976.

Qardawi, Yusuf. Al-Iman Wa Al-Hayat. Kaheran, 1986.

Qutb, Muhammad. The concept of Islamic Education. Proceedings Second World Confrerence Muslim Education. Islamabad, t.t.

Qutb, Sayyid. Fi Zilal al-Qur’an. 12 ed. 1. Beirut, 1986.

Rahman, Afzalu. Quranic Sceinces. Singapura: Pustaka Nasional, 1981.

Salafudin. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan.” Forum Tarbiyah 11, no. 2 (Desember 2013).

W., Haris, dan Judith S. Lever. The New Colombia Encyclopedia. Colombia: Colombia Univ. Pres, 1975.

Wahyuni, Fitri. “Kurikulum Dari Masa Ke msa( Telaah Atas Pentahpan Kurikulum Pendidikan di Indonesia).” Al-Adabiya 10, no. 2 (Juli 2015).

Zaenudin. “Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam.” Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 1, no. 1 (Desember 2015).

Zainiyati, Husniyatus Salamah. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Sains) Sebagai Upaya Mengintegrasi Sains dan Ilmu Agama: Tawaran Epistimologi Islam Bagi Universitas Islam Negeri.” Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Ampel, t.t.

https://kbbi.web.id/sains diakses pada tanggal 19/9 /21 pukul 19:18

https://belajar.dedeyahya.web.id/2012/10/pengertian-perbedaan-ilmu-pengetahaun-sains.html diakses pada tanggal 19/9/21 pada pukul 19:36

http://klubbelajar.com/definisi-sains-detail-46860.html diakses pada tanggal 19/9/21 pada pukul 19:23

 



[1] Bahruddin, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan,” Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Nahdlatul Ulama, t.t., 2.

[2] Siti Mahmudah, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan,” Al-Riwayah Jurnal Pendidikan 7, no. 2 (September 2015): 4.

[3] Bahruddin, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan,” 1.

[4] Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebagai Upaya MengIslamkan Sains Barat Modern (Jakarta: Pustaka Kausar, 2010), 158–59.

[5] Yunita Hariyanti, “Urgensi Islamisasi Sains Dalam Menghadapi Modernisasi: Pendekatan Teologis,” Al-Hikmah Jurnal Studi KeIslaman 9, no. 1 (Maret 2019): 3.

[6] Hariyanti, 4.

[7] Endang Saifuddin Ansari, Sains Falsafah dan Agama (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992), 1.

[11] Haris W. dan Judith S. Lever, The New Colombia Encyclopedia (Colombia: Colombia Univ. Pres, 1975), 1478.

[12] R.H. Hube, The Ecounter Between Science and Christianity (Grand Rapids: W.B. Eerdmans, 1976), 3.

[13] Ansari, Sains Falsafah dan Agama, 46.

[14] Afzalu Rahman, Quranic Sceinces (Singapura: Pustaka Nasional, 1981), 15.

[15] Ansari, Sains Falsafah dan Agama, 45.

[16] Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur’an, 12 ed., 1 (Beirut, 1986), 21.

[17] Yusuf Qardawi, Al-Iman Wa Al-Hayat (Kaheran, 1986), 166.

[18] Muhajir Ali Musa, Lessons From The History of The Quran (Lahore: Muhammad Asyraf, 1976), 2.

[19] Muhammad Qutb, The concept of Islamic Education. Proceedings Second World Confrerence Muslim Education (Islamabad, t.t.), 73.

[20] Fitri Wahyuni, “Kurikulum Dari Masa Ke msa( Telaah Atas Pentahpan Kurikulum Pendidikan di Indonesia),” Al-Adabiya 10, no. 2 (Juli 2015): 232.

[21] Siti Juleha, “Problematika Kurikulum dan Pembelajaran Penididikan Karakter,” Jurnal Penelitian Islam 7, no. 2 (2019): 160.

[22] Wahyuni, “Kurikulum Dari Masa Ke msa( Telaah Atas Pentahpan Kurikulum Pendidikan di Indonesia),” 232.

[23] M. Asri, “Dinamika Kurikulum di Indonesia,” Modeling 4, no. 2 (September 2017): 194.

[24] Juleha, “Problematika Kurikulum dan Pembelajaran Penididikan Karakter,” 162.

[25] Wahyuni, “Kurikulum Dari Masa Ke msa( Telaah Atas Pentahpan Kurikulum Pendidikan di Indonesia),” 233.

                [26] Farah dina insani, Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Awal Kmerdekaan Hingga Saat Ini, As-Salam I, Vol. VIII No. 1, Januari – Juni 2019, hal.46-47

[27] Salafudin, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan,” Forum Tarbiyah 11, no. 2 (Desember 2013): 195.

[28] Salafudin, 196.

[29] Zaenudin, “Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam,” Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 1, no. 1 (Desember 2015): 1.

[30] Aminudin, “Pendidikan Islam Yang Berkualitas,” Al-Munzir 7, no. 1 (Mei 2014): 33.

[31] Zaenudin, “Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam,” 5.

[32] Aminudin, “Pendidikan Islam Yang Berkualitas,” 34.

[33] Salafudin, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan,” 196.

[34] Iswantir, Pendidikan Islam Sejarah, Peran. dan Kontribusi Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Bandar Lampung: Aura Publisher, 2019), 15.

[35] Iswantir, 17.

[36] Aminudin, “Pendidikan Islam Yang Berkualitas,” 39.

[37]Chanifudin dan Tuti Nuriyati, “Integrasi Sains dan Islam Dalam Pembelajaran,” Asatiza: Jurnal Pendidikan 1, no. 2 (Mei-Agustus 2020): 213.

[38] Husniyatus Salamah Zainiyati, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Sains) Sebagai Upaya Mengintegrasi Sains dan Ilmu Agama: Tawaran Epistimologi Islam Bagi Universitas Islam Negeri” (Prosiding Halaqoh Nasional & Seminar Internasional Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Ampel, t.t.), 397.

[39] Chanifudin dan Nuriyati, “Integrasi Sains dan Islam Dalam Pembelajaran,” 213.

[40] Ridhwan M. Daud, “ISLAMISASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH: Sebuah Harapan dan Tantangan,” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA 12, no. 1 (Agustus 2011): 178.

[41] Masduki, “Pendidikan Islam dan Kemajuan Sains: Historisitas Pendidikan Islam yang Menceahkan,” Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 2 (Desember 2015): 265, https://doi.org/10.14421/jpi.2015.42.261-275.

[42] Chanifudin dan Nuriyati, “Integrasi Sains dan Islam Dalam Pembelajaran,” 221.

[43] Chanifudin dan Nuriyati, 221.

[44] Chanifudin dan Nuriyati, 221.

[45] Firman Mansir, “Diskursus Sains Dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah dan Madrasah Era Digita,” Kamaya: Jurnal Ilmu Agama 3, no. 2 (2020): 149, http://jayapanguspress.penerbit.org/index.php/kamaya.

[46] Chanifudin dan Nuriyati, “Integrasi Sains dan Islam Dalam Pembelajaran,” 221–22.

URGENSI MEMASUKKAN SAINS ISLAM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN

  URGENSI MEMASUKKAN SAINS ISLAM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN PENDAHULUAN Zaman modern ini, ketika ilmu pengetahuan telah gagal untuk meme...